Viral! SMA Populer di Madiun Tetap Kenakan Iuran Rp1,75 Juta & SPP Hanya Rp60 Ribu Meski Program Sekolah Gratis Berlaku

PR JABAR – Program Pendidikan Gratis di Jawa Timur sekali lagi menjadi perhatian. Walaupun Pemprov Jawa Timur menyebutkan sudah merencanakan dana senilai Rp 7,1 triliun dalam kurun waktu lima tahun lewat program TisTas (Gratis Berkualitas), kondisi nyatanya di tempat masih belum sesuai harapan. Sebagai ilustrasi, SMA Negeri 1 Geger, Madiun malahan menerapkan beberapa jenis biaya pada para orangtua siswa.

Wali Murid Tidak Puas: Iuran Sebesar Rp1,75 Juta dan SPP Rp60 Ribu Masih Dipungut

Sebagian orang tua siswa mengungkapkan ketidakpuasan mereka lantaran merasa dituntut membayar biaya yang bertentangan dengan konsep sekolah tanpa bayar. Mereka menyoroti ada pungutan untuk membangun fasilitas sekolah sebanyak Rp 1.750.000 dan juga denda Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP) seharga Rp 60.000 tiap bulannya, yang saat ini nama panggilannya diubah jadi Partisipasi Masyarakat (PM).

Biaya itu, sesuai dengan apa yang dikatakan oleh salah satu wali murid, diambil oleh guru kelompok berdasarkan nama komite sekolah serta tidak ada bukti penerimaan formal seperti kwitansi. Lebih jauh lagi, pembayarannya langsung dibayarkan kepada sang guru kelompok atau petugas administrasi sekolah tanpa adanya dokumen legal sebagai konfirmasinya. Ini menciptakan keraguan pada para orangtua tentang bagaimana uang tersebut digunakan secara transparan.

Ujian Jadi Alat Tekanan, Wali Murid Merasa Dipaksa

Wali murid dari seorang siswa yang akan memasuki tahun ajaran 2024/2025 menyatakan bahwa detail tentang iuran baru diberitahuakan saat acara parenting meeting mendekati uji semester kedua. Hal ini terkesan ironis karena pengumpulan biaya tersebut dijadikan sebagai persyaratan mutlak bagi peserta didik agar dapat ikut dalam ujian.

"Kalau tidak bayar, anak bisa tidak diizinkan ikut ujian. Ini seperti pemaksaan," ujarnya. Ia juga membagikan dokumentasi kegiatan parenting yang digelar di gedung olahraga sekolah pada 1 Oktober 2024. Gedung tersebut belum rampung dan finishing-nya dibebankan kepada orang tua murid.

Masalah Keterbukaan serta Dugaan Kejadian Berkelanjutan

Banyak orang tua lainnya memilih diam karena takut. Mereka menduga adanya sistem yang mengakar kuat di dalam sekolah dan lembaga yang menaunginya. "Kalau ada yang protes, malah takut anak jadi korban. Lebih baik diam demi kelangsungan pendidikan anak," kata seorang wali murid lainnya.

Mereka meragukan alasan bahwa penarikan tersebut sah tanpa adanya surat edaran atau kwitansi tertulis. Mereka bertanya, "Jika hal ini benar-benar sah, kenapa tak ditransparankan?" katanya.

Respons Sekolah Tidak Jelas, Kepala Sekolah Bungkam

Upaya untuk meminta klarifikasi dari Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Geger, Anim Hadisusanto, sejauh ini belum membuahkan hasil. Pesan singkat melalui WhatsApp yang dikirim tidak direspons, bahkan hingga berita ini ditulis.

Fenomena Serupa Juga Terjadi di Sekolah Lain

Insiden semacam itu bukanlah hal yang langka di Madiun saja. Beberapa daerah lainnya di Jawa Timur pun melaporkan bahwa banyak Sekolah Menengah Atas Negeri mengenakan biaya iuran dengan dalih dana komite guna mendukung biaya konstruksi atau operasional ekstra. Walaupun alasan mereka adalah partisipasi orang tua murid dalam kegiatan tersebut, tetapi seringkali kondisi nyatanya menciptakan perasaan paksaan pada para orangtua siswa.

Menurut praktisi pendidikan, masalah ini mencerminkan lemahnya pengawasan terhadap implementasi kebijakan sekolah gratis. Komite sekolah seharusnya menjadi mitra, bukan menjadi alat untuk melegitimasi pungutan yang tidak transparan. Ada kebutuhan mendesak untuk revisi regulasi dan pengawasan ketat terhadap praktik-praktik serupa di sekolah negeri.

Sekolah Gratis Hanya di Atas Kertas?

Kebijakan tentang pendidikan tanpa biaya seharusnya menghilangkan segala bentuk pembayaran tambahan, terutama hal-hal yang dapat memberatkan dan membebani orang tua secara mental. Kekurangan kejelasan dalam urusan pembiayaan serta kurang efektifnya komunikasi dari pihak sekolah membuat tampak seperti institusi tersebut berusaha mengelabui aturan agar masih bisa mendapatkan uang dari publik.

Warga masyarakat menginginkan Dinas Pendidikan serta Ombudsman untuk cepat bertindak dalam penyelidikan kasus semacam itu supaya tidak menjalar luas dan beralih menjadi hal yang lumrah terjadi di sekolah-sekolah negeri.

Post a Comment for "Viral! SMA Populer di Madiun Tetap Kenakan Iuran Rp1,75 Juta & SPP Hanya Rp60 Ribu Meski Program Sekolah Gratis Berlaku"