Anak Petani Cabai Tidak Bisa Kuliah Karena Kurang Uang, Akademisi UIN: Ini Sebuah Ironi Yang Mengiris Hati
www.modulajar.site - Keluhan pedih para petani cabe di Gampong Rukoh, Banda Aceh, yang tak dapat mengirimkan putranya ke Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) dikarenakan ketidakmampuan finansial untuk biaya pendaftaran, telah menarik perhatian dan tanggapan dari banyak pihak.
Satu di antaranya berasal dari akademisi Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry, Dr. Teuku Zulkhairi.
Menurut Zulkhairi, lembaga pendidikan seperti sekolah, madrasah, dan pesantren semestinya tidak membebani orang tua dengan biaya pembangunan atau uang masuk yang tinggi.
Khususnya apabila institusi itu sudah menerima dukungan material dari pihak pemerintahan, entah melalui usulan-usulan anggota dewan (pokok-pikiran), atau pun pertolongan langsung dari instansi nasional dan lokal.
"Baik sekolah, madrasah maupun pesantren yang telah mendapatkan bantuan pembangunan dari pokir dewan, dari eksekutif, atau dari pusat,"
"Orang tua siswa atau santri sebaiknya tidak dikenakan biaya untuk pembangunan maupun uang pendaftaran," tegas Dr. Zulkhairi pada hari Senin (12/5/2025) seperti yang tertera dalam pernyataannya.
Dia mengekspresikan kekhawatirannya tentang situasi anak-anak di Aceh berasal dari keluarga tidak mampu yang berisiko gagal melanjutkan pendidikan tingkat dasar semata-mata disebabkan oleh masalah finansial.
Sayang sekali para lansia yang kurang berdaya itu. Sayang juga bagi anak-anak di Aceh apabila mereka tak dapat meraih pendidikan berkualitas sebab besarnya biaya konstruksi atau uang pendaftaran.
"Ironi ini sungguh pedih," katanya.
Zulkhairi juga mempertanyakan manfaat nyata dari proyek pembangunan lembaga pendidikan yang bersumber dari dana publik, jika ternyata masyarakat tetap harus membayar mahal untuk bisa mengakses lembaga tersebut.
"Apapun keuntungan bagi masyarakat Aceh dari sebuah proyek pembangunan yang datang dari anggaran Pokiran DPR, eksekutif Aceh, atau dukungan dari pemerintah pusat, jika warga tetap perlu membayar sejumlah besar uang untuk mendanai pembangunan tersebut?" katanya sebagai kritikan.
Dia menggarisbawahi bahwa hak atas pendidikan, terutama pada tingkat dasar, merupakan suatu keharusan dalam undang-undang yang wajib dipenuhi oleh negara.
Dalam kaitannya dengan Aceh, lanjut dia, ini pun merupakan elemen penting untuk meningkatkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat Aceh secara lebih luas, sesuai dengan karakteristik khusus wilayah tersebut.
Dr. Zulkhairi menyarankan agar pemerintah segera mengevaluasi ulang segala bentuk yang pembangunan atau uang masuk yang membebani orang tua.
Terutama di lembaga pendidikan dasar yang sudah memperoleh bantuan dari APBN, APBA, maupun dana pokok pikiran (pokir) anggota dewan.
Lebih lanjut, Zulkhairi mendorong agar lembaga pendidikan mengembangkan sistem subsidi silang dan pengelolaan zakat, infak, dan sedekah (ZIS) untuk membantu siswa dari keluarga kurang mampu sehingga tetap bisa masuk.
Menurutnya, pihak berwenang setempat harus menyisihkan dana khusus dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Kota (APBK) untuk memberikan beasiswa kepada siswa yang kurang mampu.
"Harap pastikan tak ada lagi anak-anak dari Bangsa Aceh yang kehilangan kesempatan meraih masa depan gara-gara kurang mampu membayar biaya pendaftaran atau dana pembangunan demi mendapatkan pendidikan dasar," tegasnya. (*)
Post a Comment for "Anak Petani Cabai Tidak Bisa Kuliah Karena Kurang Uang, Akademisi UIN: Ini Sebuah Ironi Yang Mengiris Hati"
Post a Comment